JIHAD MELAWAN HAWA NAFSU
Oleh Abu Ubaidah Yusuf bini Mukhtar as- Sidawi
MOQODDIMAH
Dalam sebuah acara seoorang penyanyi yang
merangkap sebagi dai, sebelum menyanyi terlebih dahulu dia memberikan
muqoddimah (pembukaan): “Saudara-saudara, melawan hawa nafsu adalah jiha
yang utama. Suatu saat, ketika nabi pulang beserta para sahabatnya dari
sebuah peperangan, beliau bersabda kepada para sahabat: ‘ Sesungguhnya
kalian pulang dari jihad kecil menuju jihad besar. Para sahabat
bertanya : Ya Rosulullah, apakah jihad yang besar itu?’ Beliau menjawab
: jihad nafs (jihad melawan hawa nafsu)” setelah itu dia membawakan
lagunya.
Ketika ramai-ramai jihad ke Maluku beberapa tahun yang lalu, seorang tokoh ditanyai wartawan tentang keberangkatan tersebut, lalu dia menjawab dengan enteng : “kenapa perlu susah-susah pergi ke sana, lha wong kita saja belum bisa melawan hawa nafsu kita sendiri kok, padahal ini lebih penting. Dalam sebuah hadist dikatakan: ‘ Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad besar.’”
Dua contoh di atas sudah begitu akrab di masyarakat. Sungguh, hadist ini sangat terkenal dan sering disampaikan oleh para dai, termasuk di bulan Romadhon ketika membahas keutamaan melawan hawa nafsu. Namun bagaimana status hadist populer ini sebenarnya ? semoga tulisan ringkas ini bisa membatu untuk menemukan jawabannya.
Ketika ramai-ramai jihad ke Maluku beberapa tahun yang lalu, seorang tokoh ditanyai wartawan tentang keberangkatan tersebut, lalu dia menjawab dengan enteng : “kenapa perlu susah-susah pergi ke sana, lha wong kita saja belum bisa melawan hawa nafsu kita sendiri kok, padahal ini lebih penting. Dalam sebuah hadist dikatakan: ‘ Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad besar.’”
Dua contoh di atas sudah begitu akrab di masyarakat. Sungguh, hadist ini sangat terkenal dan sering disampaikan oleh para dai, termasuk di bulan Romadhon ketika membahas keutamaan melawan hawa nafsu. Namun bagaimana status hadist populer ini sebenarnya ? semoga tulisan ringkas ini bisa membatu untuk menemukan jawabannya.
TEKS HADIST
Kita kembali dari jihad kecil menuju jihad yang besar
DERAJAT HADIST
TIDAK ADA ASALNYA. Hadist dengan lafazh
ini tidak ada asalnya dalam kitab-kitab hadist. Hanya saja ada lafazh
lainnya, diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam az-Zuhd no 373, Abu Bakar
asy Syafi’i dalam al-Fawa’id al-Muntaqoh: 13/83/1, al-Khotib al-Baghdadi
dalam Tarikh Baghdad: 13/523; semuanya melalui jalur Yahya bin Ya’la
dari Laits dari Atho’ dari Jabir dengan lafahz:
Pernah suatu kaum yang berperang datang kepada Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam , maka Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Selamat datang dari jihad kecil menuju jihad besar. “ditanyakan kepada beliau : apa itu jihad besar.” “Beliau menjawab : Jihad seorang hamba melawan hawa nafsunya”.
Sanad ini lemah, sebab Yahya bin Ya’la dan Laits adalah dua rowi yang lemah haditsnya.
Al – Baihaqi rahimahullah berkata :”Di dalam sanad ini ada kelemahan”
Pernah suatu kaum yang berperang datang kepada Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam , maka Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Selamat datang dari jihad kecil menuju jihad besar. “ditanyakan kepada beliau : apa itu jihad besar.” “Beliau menjawab : Jihad seorang hamba melawan hawa nafsunya”.
Sanad ini lemah, sebab Yahya bin Ya’la dan Laits adalah dua rowi yang lemah haditsnya.
Al – Baihaqi rahimahullah berkata :”Di dalam sanad ini ada kelemahan”
Al – Hafizh al-Iraqi rahimahullah berkata : “Sanadnya lemah”
Al – Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata : “Hadist ini diriwayatkan dari jalan Isa bin Ibrahim dari Yahya dari Laits bin Abu Sulaim, padahal mereka seluruhnya adalah orang-orang yang lemah. Dan an-Nasa’i membawakannya dari ucapan Ibrahim bin Abi ‘Ablah, salah seorang tabi’in Syam.”
Al – Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Tasdidul-Qus : “Hadist ini sangat masyhur dan banyak beredar, padahal itu hanyalah perkataan Ibrahim bin Abi ‘Ablah yagn diriwayatkan oleh an-Nasa’i dalam al-Kuna”
Syakhul-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “ Hadist ini tidak ada asalnya, tidak ada seorang ahli hadist pun yang meriwayatkannya. Jihad melawan orang kafir merupakan amalan ketaatan yang paling utama (bukan sekedar jihad kecil, Red)”
Al – Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata : “Hadist ini diriwayatkan dari jalan Isa bin Ibrahim dari Yahya dari Laits bin Abu Sulaim, padahal mereka seluruhnya adalah orang-orang yang lemah. Dan an-Nasa’i membawakannya dari ucapan Ibrahim bin Abi ‘Ablah, salah seorang tabi’in Syam.”
Al – Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah berkata dalam Tasdidul-Qus : “Hadist ini sangat masyhur dan banyak beredar, padahal itu hanyalah perkataan Ibrahim bin Abi ‘Ablah yagn diriwayatkan oleh an-Nasa’i dalam al-Kuna”
Syakhul-Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata : “ Hadist ini tidak ada asalnya, tidak ada seorang ahli hadist pun yang meriwayatkannya. Jihad melawan orang kafir merupakan amalan ketaatan yang paling utama (bukan sekedar jihad kecil, Red)”
MENGKRITK MATAN HADITS
Matan hadist ini juga perlu ditinjau
ulang, karena bagaimana jihad melawan orang kafir sebagai amalan yang
sangat utama dalam Islam disebut “jihad kecil”, padahal berapa banyak
ayat dan hadist yang menganjurkannya.
Ustadz Abu Unaisah Abdul Hakim bin Amir Abdat berkata : “selain itu, kalau kita perhatikan maknanya (hadist ini), niscaya tampaklah kebatilannya yang akan membawa kerusakan bagi umat ini
Ustadz Abu Unaisah Abdul Hakim bin Amir Abdat berkata : “selain itu, kalau kita perhatikan maknanya (hadist ini), niscaya tampaklah kebatilannya yang akan membawa kerusakan bagi umat ini
Pertama : Mengecilkan (meremehkan) jihad karena kalau
peperangan-peperangan besar pada masa Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi
Wasallam seperti perang Badar dan Tabuk dinamakan perang kecil, maka
bagaimana dengan jihad-jihad yang sesudahnya? Bukankah semakin kecil dan
tidak ada artinya sama sekali?
Kedua : Melemahkan semangat jihad umat Islam karena semua itu adalah jihad kecil, meskipun negara dan harta-harta mereka dirampas, darah mereka ditumpahkan serta kehormatan mereka dilanggar!
Ketiga : Setiap muslim akan mementingkan dirinya masing-masing tanpa mau peduli urusan umat, karena urusan diri adalah jihad akbar (besar) sedangkan urusan umat hanya jihad ashghor (kecil)!
Jelas sekali, pikiran di atas menyalahi ketetapan Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam yang telah beliau buat untuk umat ini, yaitu bahwa orang mukmin itu seumpama satu bangunan yang sebagiannya menguatkan sebagian yang lain (lihat Shohih al-Bukhori ; 1/23, 7/80 dan Shohih Muslim: 8/20)
Keempat : Siyaq (susunannya) bukan susunan nubuwwah atau kenabian melainkan orang yang putus jiwanya, putus asa, patah semangat, dan penakut yang tidak mungkin diucapkan oleh seorang nabi yang pernah bersabda di waktu Perang Uhud : “Bangkitlah kalian menuju Surga yang luasnya seluas langit dan bumi. (Shohih Muslim : 8/20)”
Kelima : Bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur’an dan Hadist-hadist shohih.
Keenam : Rupanya si pembuat hadist palsu ini seorang yang bodoh tentang hakikat jihad sehingga perlu dia dibandingkan dengan jihad nafs.
Ketahuilah bahwa seorang yang pergi ke medan jihad dengan ikhlas sebelumnya dia telah menundukkan dan mengalahkan hawa nafsunya. Dan ini kenyataan yang tidak bisa dipungkiri lagi bagi mereka yang mempunyai bashiroh.”
Kedua : Melemahkan semangat jihad umat Islam karena semua itu adalah jihad kecil, meskipun negara dan harta-harta mereka dirampas, darah mereka ditumpahkan serta kehormatan mereka dilanggar!
Ketiga : Setiap muslim akan mementingkan dirinya masing-masing tanpa mau peduli urusan umat, karena urusan diri adalah jihad akbar (besar) sedangkan urusan umat hanya jihad ashghor (kecil)!
Jelas sekali, pikiran di atas menyalahi ketetapan Nabi Shollallahu ‘Alaihi Wasallam yang telah beliau buat untuk umat ini, yaitu bahwa orang mukmin itu seumpama satu bangunan yang sebagiannya menguatkan sebagian yang lain (lihat Shohih al-Bukhori ; 1/23, 7/80 dan Shohih Muslim: 8/20)
Keempat : Siyaq (susunannya) bukan susunan nubuwwah atau kenabian melainkan orang yang putus jiwanya, putus asa, patah semangat, dan penakut yang tidak mungkin diucapkan oleh seorang nabi yang pernah bersabda di waktu Perang Uhud : “Bangkitlah kalian menuju Surga yang luasnya seluas langit dan bumi. (Shohih Muslim : 8/20)”
Kelima : Bertentangan dengan ayat-ayat al-Qur’an dan Hadist-hadist shohih.
Keenam : Rupanya si pembuat hadist palsu ini seorang yang bodoh tentang hakikat jihad sehingga perlu dia dibandingkan dengan jihad nafs.
Ketahuilah bahwa seorang yang pergi ke medan jihad dengan ikhlas sebelumnya dia telah menundukkan dan mengalahkan hawa nafsunya. Dan ini kenyataan yang tidak bisa dipungkiri lagi bagi mereka yang mempunyai bashiroh.”
AL-GHOZALI DAN KITABNYA, IHYA’ ULUMUDDIN
Termasuk faktor penyebab tersebarnya
hadist ini adalah termuatnya hadist pembahasan dalam kitab monumental
al-Ghozali, Ihya’ Ulumuddin (3/1609 dan 3/1726). Sedangkan Ihya
Ulumuddin ini merupakan kitab yang sangat masyhur dan menjadi pedoman
para ustadz, da’i dan kiai di negeri kita, padahal kitab ini –
sebagaimana disoroti oleh para ulama – banyak memuat hadist-hadist lemah
dan palsu bahkan tidak ada asalnya dari Nabi Shollallahu ‘Alaihi
Wasallam.
Imam as-Subkhi rahimahullah menulis pasal khusus tentang hadist-hadist yang tidak beliau jumpai asalnya dalam ihya’, ternyata terhitung kurang lebih ada 923 hadist. Demikian pula al-Hafizh al-Iroqi rahimahullah dalam Takhrij Ihya’ seringkali melemahkan hadist-hadistnya, bahkan beliau tak jarang mengatakan : “Saya belum menemukan asal-usulnya”
Hal ini tidak mengherankan bila kita mengetahui bahwa al-Ghozali memang bukan ahli hadist sebagaimana pengakuannya sendiri :”Perbendaharaanku dalam hadist hanya sedikit”.
Imam as-Subkhi rahimahullah menulis pasal khusus tentang hadist-hadist yang tidak beliau jumpai asalnya dalam ihya’, ternyata terhitung kurang lebih ada 923 hadist. Demikian pula al-Hafizh al-Iroqi rahimahullah dalam Takhrij Ihya’ seringkali melemahkan hadist-hadistnya, bahkan beliau tak jarang mengatakan : “Saya belum menemukan asal-usulnya”
Hal ini tidak mengherankan bila kita mengetahui bahwa al-Ghozali memang bukan ahli hadist sebagaimana pengakuannya sendiri :”Perbendaharaanku dalam hadist hanya sedikit”.
JIHAD MELAWAN HAWA NAFSU
Setelah membaca keterangan di atas, kami
berharap tidak ada pembaca yan beranggapan bahwa kami mengingkari jihad
melawan hawa nafsu atau mengecilkannya. Sesungguhnya yang kami ingkari
adalah pemahaman yang keliru tentang hadist ini yang mengecilkan jihad
fi sabilillah yaitu perang melawan musuh-musuh Alloh demi tegaknya panji
Islam, dengan tetap menjaga jihad nafs.
Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Seorang mujahid adalah seorang yang melawan hawa nafsunya”
Alangkah bagusnya ucapan al-Hafizh Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah tatkala mengatakan :
“Jihad memiliki empat tingkatan: jihad melawan hawa nafsu, jihad melawan setan, jihad melawan orang kafir dan jihad melawan orang munafik. Jihad melawan hawa nafsu juga memiliki empat tingkatan:
Rosulullah Shollallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda : “Seorang mujahid adalah seorang yang melawan hawa nafsunya”
Alangkah bagusnya ucapan al-Hafizh Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah rahimahullah tatkala mengatakan :
“Jihad memiliki empat tingkatan: jihad melawan hawa nafsu, jihad melawan setan, jihad melawan orang kafir dan jihad melawan orang munafik. Jihad melawan hawa nafsu juga memiliki empat tingkatan:
Pertama : Melawan hawa nafsu untuk mempelajari petunjuk dan agama yang
benar, yang tidak ada kebahagiaan di dunia dan akhirat kecuali dengan
ilmu, dan barang siapa tidak berilmu maka dia sengsara dunia akhirat.
Kedua : Melawan hawa nafsu untuk mengamalkan ilmunya, karena sekedar ilmu tanpa amal tidaklah bermanfaat. Kalau tidak, ilmu malah akan memadhorotkan.
Ketiga : Melawan hawa nafsu untuk mendakwahkan ilmu dan mengajari orang yang belum mengerti. Bila tidak maka dia termasuk orang-orang yang menyembunyikan wahyu Alloh berupa keterangan dan petunjuk, ilmunya tiada bermanfaat dan dia tidak selamat dari adzab Alloh.
Keempat : Melawan hawa nafsu untuk bersabar dalam menghadapi rintangan dakwah dan permusuhan manusia.
Kedua : Melawan hawa nafsu untuk mengamalkan ilmunya, karena sekedar ilmu tanpa amal tidaklah bermanfaat. Kalau tidak, ilmu malah akan memadhorotkan.
Ketiga : Melawan hawa nafsu untuk mendakwahkan ilmu dan mengajari orang yang belum mengerti. Bila tidak maka dia termasuk orang-orang yang menyembunyikan wahyu Alloh berupa keterangan dan petunjuk, ilmunya tiada bermanfaat dan dia tidak selamat dari adzab Alloh.
Keempat : Melawan hawa nafsu untuk bersabar dalam menghadapi rintangan dakwah dan permusuhan manusia.
Apabila seorang hamba telah sempurna
dalam mewujudkan tingkatan ini maka dia menjadi Robbani, karena para
ulama bersepakat bahwa seorang alim tidak disebut Robbani hingga dia
berilmu tentang kebenaran, mengamalkan, dan mengajarkannya. Barang siapa
yang berilmu, beramal dan mengajarkan (ilmunya) maka dialah yang
didoakan di Kerajaan Langit.”
Akhirnya, kita memohon kepada Alloh agar memenangkankita dalam jihad melawan hawa nafsu dan melawan musuh-musuh Islam semuanya. Aamin.
Akhirnya, kita memohon kepada Alloh agar memenangkankita dalam jihad melawan hawa nafsu dan melawan musuh-musuh Islam semuanya. Aamin.
( Majalah al Furqon Edisi Khusus tahun kedelapan Romadhon- Syawal 1429, halaman 15-17)
sumber : abusalman1430.wordpress.com